Hari Ini

Cerpen Romantis - Karena Kau Cermin Hidupku

Update Jumat, 25 November 2011 at 10.51. Dalam topik Cerpen Romantis

Cerpen Romantis - Karena Kau Cermin Hidupku ~ Cerpen yang mengandung Kisah Romantisnya Cinta yang mungkin menarik untuk Sobat semua mencoba untuk membacanya. Cerpen Romantis ini bisa dijadikan sebagai sumber pengalaman Cinta sobat semua. Simak di bawah ini untuk Cerpen Romantis - Karena Kau Cermin Hidupku di bawah ini :


Cerpen Romantis - Karena Kau Cermin Hidupku
Shadaqallahul adzim…” kuakhiri tilawahku setelah hampir setengah juz kubaca dengan lirih. Bagiku tiada yang lebih nikmat selain membaca aya-ayat cinta Allah ini, membaca satu ayat saja sudah membuatku begitu tenang luar biasa. Kulirik arloji ditangan, waktu sudah menunjukkan pukul 2.30 sore, aku memang tidak ada kuliah lagi hari ini, tapi aku masih bertahan di mesjid kampus ini demi menunggu seseorang.
assalamualaikum akhi” sebuah sapaan hangat khas ikhwan terdengar jelas. Aku begitu mengenal suara itu, ya itu adalah suara dari seseorang yang sudah sedari tadi kutunggu.
waalaikum salam ya akhi” sahutku seraya berdiri untuk menyambut jabat tangan dan memeluknya dengan hangat. Setelah itu kami segera mencari posisi yang nyaman untuk mengobrol sambil memesan sepiring siomay yang kebetulan tukang siomay-nya berjualan dekat mesjid ini.
Sembari menunggu pesanan datang, kami mengisi obrolan dengan menanyakan kabar masing-masing, yah maklum..sudah hampir seminggu ini kami tidak bertemu, padahal masih satu universitas tapi kesibukan kuliah dan amanah dakwah membuat kami hanya sempat bersilaturahmi dengan menggunakan faslitas SMS. Tak lama akhirnya pesanan kami datang, tanpa pikir panjang kami langsung melahap makanan favorit kami sejak awal kuliah itu.
Wan, menurutmu aku sudah pantas ga sih kalo menikah dalam waktu dekat ini?” Tanya Farid, nama temanku itu. Pertanyaan Farid hampir membuatku mengeluarkan isi makanan dari mulutku, jelas saja wong aku kaget ga ada angin ga ada hujan, seorang Farid bertanya tentang kepantasannya menikah sekarang? Farid segera mengambilkan air minum dan menyerahkannya padaku, pasti lucu sekali raut wajahku saat ini. Setelah hampir setengah gelas air kuminum, aku sudah merasa lega dan mencoba kembali fokus pada pertanyaan Farid.
antum mau menikah sekarang akhi? Siapa gadis yang rela dinikahi sama antum”? tanyaku sambil bercanda.
sembarangan antum ini, justru wanita yang bakal nikah sama aku itu akan sangat beruntung karena diperistri oleh ikhwan seganteng dan secerdas aku tau” jawab Farid dengan ekpresi wajah seolah membanggakan diri. Tawa kami lepas seketika, tak lama aku kembali mencoba memastikan bahwa pertanyaan Farid tentang pernikahan tadi benar-benar serius atau tidak.
antum serius nih mau nikah sekarang? Udah siap lahir bathin belum?” tanyaku lagi, kali ini dengan nada yang serius. Bagiku pernikahan seuatu yang tidak boleh digampang-gampangkan.
Insya Allah siap Wan, kan kuliahku tinggal 2 semester lagi, aku juga sudah punya sumber penghasilan, yah kecil sih tapi lumayan lah, setidaknya istriku nanti tidak akan kelaparan, apalagi yang aku tunggu? Bukankah kata Rasulullah, jika seorang pemuda sudah punya persiapan matang untuk menikah, tidak perlu harus menunda-nunda pernikahan kan?” jawab Farid, kulirik wajah Farid, mencoba melihat sisi kegokilannya, tapi nihil…sepertinya Farid kali ini benar-benar serius dengan pernyataannya.
Murabbi antum sudah tahu? Terus sudah punya calon?” pertanyaanku seperti seorang polisi yang menginterogasi pelaku kriminal.
belum sih, tapi Insya Allah dalam waktu dekat ini, kalau calon…Insya Allah juga sudah, tapi wallahualam calonku itu mau menerima pinanganku atau tidak, tapi aku berusaha ikhtiar. Sekarang tinggal komunikasi dengan orang tua, semoga saja mereka mau menerima keputusanku ini” jawab Farid lagi dengan penuh keyakinan.
Pikiranku segera bermain, siapa kira-kira sosok muslimah yang akan dijadikan calon pendamping hidup seorang Farid, ikhwan yang sejak SMA sudah aktif menjadi penggiat dakwah keislaman di sekolah, sampai kuliah pun amanahnya semakin banyak dan strategis. Farid..sosok sahabat dan saudara yang luar biasa bagiku, dari ketulusannya aku akhirnya memutuskan untuk mengubah seluruh sisi kehidupanku dengan prinsip-prinsip keislaman yang benar. Jika sekarang Farid mau menikah, pastilah calon pendampingnya juga sosok yang tidak biasa, minimal juga seorang aktivis dakwah yang mempunyai mobilitas yang tinggi seperti dirinya.
boleh tau ga’ siapa calonmu itu akh?” aku memberanikan diri bertanya pada Farid, rupanya saat pikiranku melanglang buana, Farid sudah menyelesaikan makan siomay-nya. Dasar…!!
afwan akh, kali ini aku belum bisa ngasih tahu siapa dia, yang pasti dia juga aktivis seperti aku dong, Insya Allah dia akan menjadi pendamping terbaikku dunia dan akhirat” jawab Farid lagi.
nanti setelah aku ngomong sama Murabbi, aku mau rutin sholat istikharah, biar lebih mantap” tambah Farid sambil membersihkan sisa-sisa makanan dimulutnya.
Tak terasa, adzan sholat Ashar berkumandang, aku dan Farid diam dengan khidmat untuk menikmati panggilan cinta dari Allah ini, sambil dengan suara lirih menyahut setiap panggilan adzan sesuai dengan yang disunnahkan Rasulullah. Farid segera mengambil air wudhu di belakang, sedangkan aku karena masih dalam keadaan suci segera masuk mesjid untuk melakukan sholat sunnah sebelum ashar. Selesai sholat berjamaah dan bertilawah bersama, aku dan Farid berpisah, Farid ada jadwal les privat sore ini, sedangkan aku harus ke mushola fakultas karena akan ada syuro kegiatan Rohis. Setelah berjabat tangan, Farid langsung menuju tempat parkir untuk mengambil motornya, sedangkan aku hanya berjalan kaki karena jarak mesjid dengan kampusku tidak terlalu jauh.
Aku masih belum bisa memejamkan mata, padahal waktu dikamar kost ini sudah menunjukkan pukul 11 malam. Masih terngiang di benakku tentang perkataan Farid siang tadi, sebuah keputusan besar untuk menyempurnakan separuh agamanya, yaitu menikah ! tiba-tiba muncul pertanyaan konyol di otakku, “kenapa kau tidak memutuskan hal yang sama seperti Farid Wan? Kuliahmu tinggal sebentar lagi, penghasilan? Orangtuamu kan kaya, punya beberapa perusahaan cabang, kau bisa meminta salah satu perusahaan mereka untuk ditangani, apalagi yang kau tunggu? “ suara hatiku mulai berorasi, mencoba untuk memancing emosiku. Hatiku benar, aku juga seharusnya sudah siap untuk menyempurnakan agamaku sekarang, studi dan penghasilan rasanya tidak terlalu menjadi beban bagiku. Meski aku memutuskan hidup mandiri dan tanpa fasilitas selain biaya kuliah, Papa sudah sangat berharap begitu aku lulus, aku akan menangani salah satu anak perusahaannya dibidang tekstil. Semenjak aku memutuskan untuk hijrah, aku dan Farid selalu bersaing untuk menjadi muslim terbaik atau fastabiqul khairat, meski aku sadar tidak mungkin untuk menyaingi Farid yang sudah lebih dulu berhijrah. Jika kali ini Farid dengan optimis berani untuk menikah ditengah kondisi yang sangat sederhana, kenapa aku tidak? . tapi tidak…aku mencoba menyingkirkan pikiranku yang konyol itu, pernikahan bukan sesuatu yang pantas dijadikan medan pertarungan amal, perlu kesiapan fisik dan mental. Pernikahan bukan sekedar mengucapkan ijab Kabul dan menghalalkan cinta dua orang manusia, tapi juga menjadikan pernikahan itu sebagai gerbang untuk melahirkan peradaban, generasa rabbani dan madani. Apalagi tugas seorang laki-laki dalam pernikahan bukan tugas yang mudah, menjadi imam bagi seorang istri dan ayah bagi anak-anak kelak, suatu pertanggungjawaban yang berat dihadapan Allah nanti, jika aku tidak bisa menjadi imam dalam keluargaku sendiri, apa yang harus kukatakan pada Allah akhirat kelak? Ya Rabb…apa yang sedang kupikirkan ini? Tak lama aku segera beristighfar, mecoba untuk menetralisir hati, meski begitu aku tetap tidak bisa memejamkan mata dan akhirnya memutuskan untuk berwudhu dan menghabiskan malam ini dengan sholat dan dzikir.
Aku baru terbangun ketika adzan subuh sudah berkumandang, rupanya ditengah dzikir tadi tanpa sadar aku tertidur. Meski hanya beberapa menit, aku baru ingat bahwa tadi aku sempat bermimpi. Ya..mimpi yang cukup aneh, aku sedang berada dihadapan laki-laki sambil menjabat tangannya dengan erat, dengan sabar aku dituntun untuk mengikuti ucapan laki-laki itu, dan aku menurut saja, tak jelas juga apa yang kuucapkan, tapi samar-samar kalimat yang terdengar adalah seperti kalimat yang diucapkan mempelai laki-laki dalam setiap akad nikah! Tak lama setelah itu, aku menghampiri sosok wanita yang begitu anggun berbalut pakaian pengantin berwarna putih, sangat tertutup dan mengenakan jilbab putih yang indah sekali, dengan khidmat dia mencium tanganku dan akupun membalas dengan mencium keningnya. Semua orang yang berada disana bersorak dan tanpa henti terus mengumandangkan sholawat, diantara mereka ada sosok yang begitu kukenal, Farid..dia tersenyum dengan penuh ketulusan padaku, tapi dia sendirian tanpa ditemani bidadarinya. Setelah itu semua pemandangan tiba-tiba tertutup kabut tebal dan suara adzan-lah yang berhasil menyadarkanku. Aku masih belum bisa melupakan mimpi tadi, apakah itu petunjuk bahwa aku juga sudah siap untuk menyempurnakan agamaku? Melakukan hal yang sama seperti Farid?
antum sudah yakin Wan untuk menikah sekarang?” Tanya Mas Fajar, murabbi yang sudah 2 tahun ini menangani ketarbiyahanku. Aku terdiam sejenak dan sambil menghela nafas panjang, aku melihat wajah Mas Fajar dan menganggukkan kepala dengan optimis, tanda bahwa aku sudah siap untuk menyempurnakan agama ini. Hal ini sudah kupikirkan dengan matang, sejak mimpiku kemarin, tentu saja dengan disertai sholat istikharah untuk lebih memantapkan hati. Dalam beberapa hari itu, aku juga sudah memikirkan siapa calonku nanti, bukan bermaksud memilih-milih, tapi sejak awal aku sudah mempunyai keriteria untuk calon pendampingku nanti, dan kini saat aku memutuskan untuk menikah, sosok itu sudah ada didepan mata, tinggal diproses saja lagi, dan lagipula Islam tidak melarang siapapun untuk menentukan pasangan hidupnya.
siapa calon yang sudah antum persiapkan? Semoga bukan karena adanya kecenderungan, ingat menikah artinya membangun sebuah peradaban baru bagi umat ini” kata Mas Fajar lagi. Usia Mas Fajar hanya terpaut 3 tahun diatasku, tapi kedewasaan dan kewibawaannya sebagai murabbi sangat luar biasa, sudah menikah dan kini punya 2 orang anak. Tausiyah-tausiyah Mas Fajar begitu menyejukkan hati, beliau dengan telaten berusaha menjaga dan mendidik binaanya dengan baik, beliau juga mahir dalam pembentukan karakter setiap binaannya, jadi tidak heran siapapun ikhwan yang jadi binaannya biasanya selalu menjadi sosok-sosok yang mempunyai amanah strategis. Dan untuk masalah pernikahan, satu hal yang sangat ditekankan Mas Fajar adalah menikah karena Allah, kecantikan dan pangkat seorang wanita tidak boleh dijadikan tolak ukur pertama, ketika menikah maka faktor utama yang harus ada adalah kemaslahatan bagi umat, seperti pernikahan Rasulullah. Ucapan Mas Fajar itu bukan sekedar wacana, beliau sudah membuktikannya, sosok wanita yang sekarang menjadi istrinya jika dilihat dari fisik sama sekali tidak ada kata ideal, usianya sudah hampir kepala tiga, lebih tua 5 tahun diatas Mas Fajar, tidak pula kaya, bahkan Mba Wiwid, namanya, berasal dari keluarga yang amat sederhana bahkan keluarga besar, mempunyai adik 7 orang yang masih bersekolah. Laki-laki normal mungkin tidak akan tertarik sama sekali dengan Mba Wiwid ini, tapi berbeda dengan Mas Fajar yang lebih melihat dari sisi yang lain, yaitu kemaslahatan bagi umat. Yang membuat sosok Mba Wiwid menjadi luar biasa dimata Mas Fajar adalah keberhasilannya menjadikan keluarga besarnya seperti keluarga Amar bin Yasir. Orangtuanya telah memahami prinsip keislaman, begitu pula adik-adiknya yang samuanya berhasil terbina dengan sistem tarbiyah sejak Mba wiwid memutuskan untuk hijrah menjadi muslimah sejati. Meski harus berjuang mempertahankan Mba Wiwid sebagai calon pendamping dihadapan keluarga besarnya, akhirnya Mas Fajar berhasil meyakinkan terutama orangtuanya tentang sosok Mba Wiwid, Mas Fajar optimis dari pernikahannya nanti akan lahir generasi-generasi yang semangat mengibarkan panji-panji Allah.
Kembali pada permasalahanku, tentang calon pendamping, aku sudah yakin untuk berproses dengannya. Tentang kemaslahatan bagi umat, Insya Allah dia akan menjadi ladang amalku nanti, dia akan menjadi bidadariku dunia dan akhirat serta menjadi ibu bagi mujahid dan mujahidahku kelak.
Insya Allah sudah Mas, namanya Wulan, masih kuliah setingkat dengan saya, dia memiliki mobilitas dakwah yang tinggi, meski begitu dia masih menyadari batas-batas ketika nanti sudah menikah” jawabku pada Mas Fajar.
darimana antum tahu tentang itu, memangnya sudah pernah mengkomunikasikan ini sebelumnya dengan akhwat itu” selidik Mas Fajar padaku
enggak Mas, kebetulan dia pernah diwawancarai oleh bulletin dakwah kampus, selain mempertanyakan aktivitasnya yang padat, dia juga ditanya tentang komitmen jika nanti sudah menikah” jawabku dengan tegas, memang benar ko’…aku kan pembaca setia bulletin itu.
semoga antum memilihnya tanpa ada kecenderungan sebelumnya, Insya Allah akan segera ana urus, sekarang yang perlu antum lakukan adalah lebih menggiatkan diri dalam amal harian, sholat malam dan istikharah, agar antum siap menerima apapun keputusan akhir nanti” pesan Mas Fajar padaku. Aku mengangguk tanda mengerti dan langsung berpamitan padanya. Sekarang yang perlu aku lakukan juga adalah mengabarkan ini pada papa dan mama, juga Farid, dia harus tahu bahwa dalam hal ini aku pun tidak ketinggalan ber-fastabiqul khairat dengannya. Segera kuraih hp-ku dan mengetik beberapa kata lalu ku-send ke nomor Farid.
Deru suara motor Farid terdengar memasuki halaman mesjid kampus, begitu melihatnya meski dari jauh, aku merasakan aura yang tak biasa dari sosok Farid, dengan langkah santai dan wajah penuh keoptimisan, Farid segera menghampiriku yang dari tadi duduk di teras mesjid.
Assalamualaikum akhi Darmawan” sapa Farid dengan menyebut nama panjangku, tuh kan..ada yang tak biasa darinya.
waalaikum salam akhi Farid” sahutku pula dengan senyum dan tangan kami saling berjabatan. Setelah sama-sama menanyakan kabar masing-masing, aku mulai membicarakan inti dari pertemuan kami hari ini.
gimana dengan perkembangan rencana menikah antum akh? Lancar-lancar saja atau masih ada halangan” tanyaku dengan hati-hati.
Alhamdulillah luar biasa baik Wan, murabbi-ku sudah mengurusnya, orangtua juga berkenan merestui, sekarang tinggal calonnya tuh, mau apa ga’?” jawab Farid sambil tertawa kecil.
seingatku, kemarin yang namanya Farid optimis banget untuk menikah, katanya tidak ada wanita yang sanggup menolak pinangan seorang ikhwan yang ganteng dan cerdas seperti dirinya. Sekarang kenapa tiba-tiba pesimis begitu” kataku dengan nada bercanda. Mendengar kalimatku tadi, Farid membalasnya dengan pukulan halus ke pundakku. Tawa kami pecah seketika.
aku masih optimis Wan, tapi apapun keputusan akhir nanti, aku akan berusaha ikhlas, kalau pinanganku ditolak dengan alasan yang syar’I, maka aku harus siap mencari penggantinya, aku tidak mau membelokkan niatku menikah ini, aku menikah untuk menyempurnakan separuh agama, lillahi ta’ala” sahut Farid lagi. Ya Allah…betapa beruntungnya aku memiliki saudara seperti Farid, dia benar-benar cermin kehidupanku, Farid sosok yang selalu berusaha ikhlas dengan ketentuanNya, berbeda sekali denganku yang meski sudah hijrah, masih sering menuntut yang macam-macam pada Allah. Bahkan mungkin aku tidak akan sanggup menandingi Farid dalam hal amal apapun, karena dia akan selalu berada di depanku.
sesaat kami diam, entah terbang kemana pikiran kami sekarang, aku masih menunggu detik yang tepat untuk menyampaikan kabarku sendiri padanya. Setelah kurasa Farid berhasil mengontrol perasaannya, aku memulai percakapan baru tentang diriku.
Akhi, sebenarnya aku juga mau menyampaikan sesuatu yang sangat penting, setelah kupikir-pikir, Insya Allah aku juga berniat mengikuti langkahmu untuk menyempurnakan separuh dien ” ucapku pada Farid. Mendengar itu, Farid melihat ke arahku dengan ekpresi wajah yang terkejut luar biasa
maksudmu, kamu juga mau menikah?” Tanya Farid seolah tak percaya
Insya Allah, kupikir orang seperti kamu yang masih kuliah dengan penghasilan seadanya saja sudah berani memutuskan menikah, masa iya aku ga’ berani? “ jawabku dengan penuh keyakinan.
terus..calonnya udah ada belum? Tapi ntar waktu nikahnya jangan barengan ya, soalnya aku mau pas menikah, aku benar-benar menjadi pusat perhatian semua orang kecuali akhwat, he..he..” tawa Farid sembari melepaskan pandangan ke arah depan mesjid
Insya Allah sudah ada, tapi sama kayak kamu, ga’ bakal aku kasih tahu dulu, kalo soal waktu nikah, mungkin nanti malah aku duluan yang walimahan. Yang pasti kita sama-sama berdo’a semoga Allah meridhoi dan memudahkan semuanya” balasku pada Farid. Kami berdua sama-sama mengamini dan setelah itu kami mengalihkan topik pembicaraan, kali ini tentang perkembangan dakwah di fakultas kami masing-masing.
****
Aku baru mau melangkahkan kaki meninggalkan mesjid setelah selesai sholat Ashar, tiba-tiba Farid datang dengan motornya. Dengan langkah tergesa-gesa dan wajah yang merah padam, Farid mendatangiku dan tanpa mengucapkan salam terlebih dulu dia langsung mencecar dan menumpahkan kekesalannya padaku.
kamu keterlaluan Wan, ini balasanmu atas persaudaraan kita selama ini? Selama ini aku selalu ikhlas memberikan apa yang aku punya buat kamu, dan seperti ini kamu membalasnya?” Bentak Farid dengan nada yang sangat ketus. Selama mengenal Farid, belum pernah sekalipun aku mendengar kata-kata ketus ataupun yang tidak enak didengar darinya, dan belum pernah pula kulihat Farid semarah ini. Farid hanya akan marah bila melihat kemungkaran atau penindasan kaum muslim di Palestina, Bosnia dan negeri-negeri muslim yang lain. Jelas sekali kulihat raut wajah penuh kekecewaan pada Farid, aku berusaha tenang dan mengingat-ingat hal apa yang sudah kulakukan sampai membuat saudaraku ini marah luar biasa, tapi tidak bisa.
istighfar akhi, afwan jiddan..aku ga’ ngerti apa maksud kamu, tolong jelaskan ada hal apa yang sudah kulakukan sampai membuat kamu kesal seperti ini?” tanyaku pelan sambil terus beristighfar pula dalam hati.
awalnya aku bisa mengerti kenapa kamu juga ikut-ikutan memutuskan untuk menikah dalam waktu dekat ini, kupikir itu karena kamu memang sudah layak dan siap untuk menyempurnakan dien ini. Tapi ternyata aku salah, kamu mau menikah karena tidak mau membiarkan calon pendamping incaran kamu diproses dan dipinang oleh ikhwan lain kan?bahkan oleh aku sekalipun” jawab Farid masih dengan nada ketus. Ya Rabb…apa yang membuat Farid sampai tega berprasangka buruk seperti itu padaku? Aku mau menikah sekarang semata-mata karena aku juga merasa sudah siap.
apa maksud kamu? Aku benar-benar belum mengerti akhi. Aku menikah karena memang termotivasi oleh kamu, selain itu juga aku memang sudah siap untuk menikah, sebenarnya apa sih masalah kamu?” tanyaku lagi mencoba mencari jawaban atas sikap Farid saat ini.
kamu tau, akhwat yang sedang kuproses sekarang adalah Wulan, tapi baru saja aku mendapat kabar dari murabbi-ku bahwa ada ikhwan lain yang ternyata juga sedang berproses dengannya, dan waktu kami bersamaan. Awalnya aku bisa terima karena kupikir sosok Wulan memang menjadi calon ideal bagi seorang ikhwan, siapapun ikhwan itu. Aku pun mencoba menanyakan kepada murabbi siapa ikhwan lain itu, dan betapa aku tidak menyangka, ikhwan sainganku itu ternyata kamu Wan, sahabat dan saudara yang sangat aku percaya akan ketulusanmu selama ini.” Jawab Farid lagi dengan nada lirih. Aku diam seribu bahasa, lidahku rasanya kelu untuk membalas kata-kata Farid. Aku pun terkejut dan tidak menyangka kalo selama ini akhwat yang didambakan Farid adalah Wulan, dia sama sekali tidak pernah cerita apa-apa padaku, andai aku tahu itu maka demi Allah aku akan dengan ikhlas mundur dan mencari calon yang lain.
sekarang kita adalah rival, kita bersaing secara sehat siapa yang akan dipilih Wulan. Aku tahu secara materi aku kalah telak darimu Wan, tapi secara ilmu..jelas aku lebih tinggi darimu karena aku lebih dulu hijrah daripada kamu. Semoga saja Wulan lebih menjadikan pendamping yang kaya akan ilmu sebagai faktor utama daripada kekayaan materi” ucap Farid lagi dan tanpa salam dia pergi begitu saja meninggalkan aku yang masih diam terpaku. Masih jelas kudengar suara raungan motor Farid yang cukup keras ketika pergi tadi, tidak sepelan biasanya.
Malamnya, aku benar-benar tidak bisa memejamkan mata, rasanya dadaku masih sesak karena tuduhan dan prasangka dari Farid tadi. Aku mencoba menenangkan perasaanku sendiri dan kuputuskan untuk berwudhu dan melaksanakan sholat sunah beberapa rakaat sampai waktu sepertiga malam nanti. Hampir 3 jam aku bertafakur dan merenungkan semuanya, sajadahku sudah basah dengan air mata saat tiba waktu sujud. Ya Rabb..benarkah yang tadi siang itu benar-benar Farid sahabatku? Aku seperti tidak mengenalnya. Sosok Farid yang biasanya tenang dan pandangannya yang teduh tiba-tiba berubah menjadi sosok yang temperamental, Farid yang biasanya selalu berprasangka baik bahkan pada orang-orang yang tidak menyukainya seketika bisa berprasangka buruk pada saudaranya sendiri? Farid yang biasanya tidak suka bila dipuji tiba-tiba mampu menyombongkan ketinggian ilmunya dari orang lain, dan semua itu terjadi hanya karena permasalahan calon pendamping kami yang sama? Ya Rabb..ampunilah aku jika Farid berubah seperti itu karena kekhilafanku, mungkin memang perasaanku yang belum peka terhadap apa yang dirasakan Farid selama ini, berikan petunjukMu ya Allah untuk kebaikan kami bersama, doaku sambil tak hentinya air mata ini mengalir.
antum sudah yakin dengan keputusan antum ini” Tanya Mas Fajar mencoba meyakinkan dirinya atas keputusan yang telah kusampaikan. Setelah hampir seminggu aku berusaha memecahkan masalah ini dengan qiyamul lail dan sholat istikharah, juga dzikir yang semakin panjang, aku sudah memutuskan untuk mundur dari proses pernikahanku dengan Wulan. Aku tidak mau kehilangan seorang saudara seperti Farid, biarlah aku yang mundur asalkan dia bahagia, untuk calonku sendiri aku menyerahkan semuanya pada Mas Fajar, aku ingin beliau yang memilihkan untukku, siapapun dan bagaimanapun kondisinya aku akan terima dengan ikhlas.
Insya Allah yakin Mas, saya sudah yakin bahwa inilah petunjuk dari Allah yang terbaik untuk saya, saya percaya sama Mas untuk masalah calon pendamping ini, juga supaya niat saya menikah tidak berbelok, benar-benar karena Allah dan untuk kemaslahatan dakwah ini” jawabku dengan mantap. Mas Fajar tersenyum lebar padaku, seperti sebuah senyum tanda bahwa beliau bangga mempunyai binaan seperti aku. Sepulang dari rumah Mas Fajar, aku meraih hp-ku dan mengetikkan beberapa kata untuk ku send ke Farid, semoga kali ini bisa berpengaruh karena sejak pertengakaran kami kemarin Farid benar-benar susah untuk dihubungi, tiap kali aku berusaha meneleponnya pasti langsung di-reject, bahkan SMS saja tidak pernah dibalas.
Ass..akhi Farid, kl ini ana bnr2 berhrp antum dtg ke mesjid Al Falah utk bertemu dg ana, Insya Allah apa yg ana bicarakan ini penting! Ana tnggu dr skrng, demi Allah ana tdk akan pergi dr mesjid sblm antum datang, mskipun ana hrs tunggu berhari-hari”
Sambil mengucapkan bismillah, kukirimkan pesan singkat itu ke nomor Farid, aku akan benar-benar nekat menunggunya di mesjid ini. Sambil menunggu Farid, aku terus berdo’a semoga Wulan akan menerima keputusanku ini, dia memang wanita yang luar biasa dan lebih pantas bersanding dengan Farid yang juga luar biasa. Malam sudah menjelang, Farid belum juga datang, SMS-ku juga belum dibalas, tapi aku tidak akan menyerah…aku akan tetap menunggunya meski aku harus menginap di mesjid ini.
Waktu di arlojiku sudah menunjukkan pukul 11 malam, untung mesjid ini terbuka 24 jam, biasanya dipakai oleh mahasiswa yang begadang mengerjakan tugas atau praktikum di kampus. Aku sudah hampir putus asa menunggu Farid datang. Tak henti bibirku melafadzkan zikir dan istighfar, tak lama kemudian terdengar deru suara motor yang begitu kukenal, ya..itu suara motor Farid, ya Allah semoga itu benar Farid. Aku segera menghambur keluar untuk memastikan bahwa yang datang itu adalah Farid dan ternyata benar. Dengan langkah santai Farid mendatangiku sambil tersenyum hangat, senyum itu begitu kurindukan, senyum yang penuh dengan ketulusan.
assalamualaikum akhi Darmawan, afwan jiddan..aku baru selesai les privat tambahan, capek banget..afwan juga ga’ balas SMS antum, lagi ga’ ada pulsa” sapa Farid seraya menjelaskan keterlambatannya. Dia meraih dan menjabat tanganku, kurasakan jabatan tangannya terasa hangat sekali, dia datang seperi biasanya seolah tidak sedang terjadi apa-apa diantara kami.
waalaikum salam akhi, ana kira antum ga’ akan datang, syukron sudah mau menemui ana lagi” jawabku polos, aku masih bingung dengan perubahan sikap Farid yang sekarang. Kami lalu mencari posisi duduk yang nyaman di teras mesjid, sambil memandangi indahnya langit malam yang penuh dengan bintang, aku langsung pada inti yang ingin kusampaikan padanya.
mana mungkin aku membiarkan saudaraku sampai harus menginap di mesjid berhari-hari, itu tidak mungkin akhi. Ngomong-ngomong hal penting apa yang mau kau sampaikan? Tentang hari pernikahanmu ya? Wah..barakallah deh! “ ucap Farid sambil tertawa kecil namun tulus. Aku yang tadinya tegang sekarang lega rasanya melihat sikap Farid yang kembali ramah seperti biasanya.
hmm..bukan akhi,hal yang mau ana sampaikan adalah ana sudah memutuskan untuk mundur dari proses ini, ana sadar antum memang jauh lebih pantas mendapatkan bidadari seperti Wulan, ana juga tidak mau berlama-lama jauh dari antum seperti ini. Tidak sanggup rasanya jika ana kehilangan sosok saudara seperti antum akhi” ucapku dengan lirih. Farid terdiam dan pandangannya masih belum beranjak dari atas langit, entah apa yang dipikirkannya sekarang, semoga saja kali ini dia tidak lagi berprasangka apa-apa padaku.
sebelum kamu bilang ini, aku sudah memutuskan untuk mundur akhi, mungkin lebih dulu daripada kamu. Aku sadar atas kekhilafanku, aku malu atas sikapku kemarin itu, sampai aku bisa menyombongkan bahwa ilmuku sudah lebih tinggi dari kamu, padahal siapa yang bisa menjamin itu semua? Bukankah hanya Allah yang berhak untuk menilai siapa hambaNya yang paling terbaik? “ sahut Farid sambil melirik ke arahku, masih dengan senyum hangatnya, Farid kembali mengulurkan tangannya padaku, tanpa perlu waktu lama aku meraihnya dan menjabatnya erat. Kami pun berpelukan dan kurasakan pundakku sedikit basah, terkena air mata dari Farid yang masih erat memelukku seoleh tidak mau melepaskannya.
jika ana diminta memilih 1000 orang bidadari dengan antum, ana tidak perlu waktu walau sedetik pun unutk memilih antum akhi, bidadari banyak bertebaran di bumi, tapi kalau seorang Farid, hanya ada satu diantara jutaan manusia yang ada didunia ini” ucapku lagi pada Farid setelah kami saling melepas pelukan penuh ukhuwah ini. Farid tersenyum dan kami bertekad kembali ber-azzam akan menjaga keutuhan persaudaraan ini, apapun yang akan terjadi nanti.
Ya Allah, malam ini Engkau kembali menjadi saksi atas persaudaraanku dengan Farid, kuatkan lagi ikatan hati kami ya Allah..Amin.
dan kau tahu Wan, walau aku memutuskan mundur bukan berarti aku berhenti untuk meneruskan niatku menikah, aku sudah menyerahkan pada murabbi-ku, dan akhirnya aku sekarang sudah mendapatkan calon pendamping, Insya Allah lebih baik, bulan depan aku akan silaturahmi ke keluarganya, tolong do’akan” ucap Farid dengan senyum kebahagiaan.
insya Allah akhi, ana akan selalu berdo’a untuk antum, always…” jawabku tulus.
****
saya terima nikahnya Wulan binti Ahmad Yusuf dengan mahar seperangkat alat sholat dan sebuah kitab suci Al qur’an dibayar tunai” ucapku dengan lancar tanpa terbata-bata. Aku baru selesai mengucapkan akad nikahku hari ini, aku tidak perlu memberi tahu kan siapa wanita yang sudah sah menjadi mujahidahku ini? Aku memang meminta Mas Fajar yang mengurus semuanya termasuk calon, dan memang diantara sekian banyak calon, beliau memilih Wulan yang katanya pantas untuk disandingkan denganku, entahlah mungkin ini juga skenario dari Allah. Saat ta’ruf dengan Wulan, sebelumnya kupastikan bahwa tidak ada ikhwan lain selain aku yang memintanya. Dan Farid? Dia kembali mendahuluiku, bahkan dalam hal pernikahan, istrinya jauh lebih tua 3 tahun darinya, tapi ada hal istimewa dari istrinya yang membuat Farid tidak perlu waktu lama untuk memantapkan hatinya memilih akhwat tersebut menjadi istrinya. Benar-benar pernikahan cerminan dari Rasulullah dan generasi para sahabat. Ya Rabb…betapa indahnya skenarioMu ini, semoga persaudaraan ini abadi di dunia dan akhirat…Amin…

Comments
0 Comments