Hari Ini

Cerpen Islami

Update Jumat, 25 November 2011 at 09.07. Dalam topik Cerpen Islami

Cerpen Islami ~ Kumulan Cerpen berbagi sebuah cerpen islami yang berjudul "Teroris" . Cerpen yang mungkin banyak yang pro dan kontra, tetapi alangkah baiknya Sobat semua membacanya dahulu baru menyimpulkan . Berikut untuk Cerpen Islami " Teroris " :


Cerpen Islami

TERORIS (Manusia Suci yang Merdeka)

Duaarrr !!!

Suara ledakan itu cukup keras terdengar bahkan getarannya masih terasa di tempat aku bersembunyi sembari memegang sebuah remote kecil. Kulihat dengan pandangan yang samar karena di depan sana asap mengepul tebal, banyak orang berlarian sambil berteriak meminta pertolongan, mobil aparat dan ambulance pun tak lama datang ke lokasi. Setelah kupastikan semua sesuai rencana aku bergegas pergi dan kembali ke markas untuk memberikan laporan misi hari ini.

“ sebuah bom dengan daya ledakan cukup kuat meledak di sebuah pusat perbelanjaan kota, dilaporkan 5 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka, polisi belum bisa memastikan pelaku peledakan karena masih melakukan penyelidikan intensif, namun di duga pelaku berasal dari sebuah kelompok Islam garis keras yang ingin mengacaukan keamanan Negara” seorang reporter televisi memberitakan dengan wajah yang sangat tegang situasi terkini tentang bom yang meledak di sebuah pusat perbelanjaan, semua media elektronik menjadikan kasus peledakan ini sebagai berita utama. Seorang lelaki paruh baya yang sedang menonton televisi di depannya terlihat tersenyum puas sambil menepukkan kedua tangannya berkali-kali, demikian pula orang-orang disekitarnya, termasuk..aku.

“kerja yang bagus Rifki, perfect…saya bangga punya anak buah seperti kamu” kata lelaki itu padaku. Sesaat lelaki itu lalu berdiri dan berjalan menghampiriku, kemudian dia mengulurkan tangan dan memberi selamat padaku. Jabatan tangan itu kuterima dengan senyum tipis, mungkin karena aku masih tegang saat menjalankan misi tadi, padahal ini bukan misi pertamaku. Tak lama yang lain pun ikut menyalamiku sambil mengangkat minuman wisky sebagai tanda bersulang untuk keberhasilanku, dan kami pun larut dalam “kebahagiaan” itu.

Aku merasa sangat lelah hari ini, usai pesta aku langsung menuju kamar tidur untuk merebahkan diri. Tubuhku yang lelah ternyata tak bisa membuatku langsung tertidur, pikiranku melayang pada peristiwa hari ini tadi. Terbayang dalam benakku kepanikan orang-orang, teriakan histeris mereka sampai tangisan karena tewasnya beberapa orang. Kadang rasa bersalah itu pernah hinggap dihatiku, bahkan waktu pertama kali aku melakukannya, tubuhku terasa kaku dan aku mengalami insomnia selama berhari-hari. Tapi kata teman-teman disini, itu wajar karena ini adalah misi pertama, lama-lama nanti juga akan terbiasa. Lama kubiarkan pikiranku berpetualang kesana kemari, kubiarkan ia lelah sendiri sampai akhirnya aku tertidur pulas.

Berita di televisi hari ini masih seputar peristiwa peledakan bom beberapa hari yang lalu, namun kali ini perkembangan terbaru adalah tentang pelaku peledakan. Terlihat di sana, polisi menggiring beberapa orang laki-laki yang diduga pelaku teroris, namun penampilan mereka sangat jauh dari penampilan pelaku kriminal, berbaju gamis panjang dengan wajah yang sangat teduh, santun dan ditumbuhi beberapa lembar janggut tipis yang semakin menambah kesholehan mereka. Tampak wajah mereka sudah memar lebam seperti habis dipukuli, entahlah, tapi menurutku siapapun yang melihat keadaan mereka seperti itu pasti merasa kasihan, tapi tidak…terlihat banyak orang yang justru melihat dengan penuh kebencian, tak lama mereka menyoraki beberapa lelaki itu dengan sebutan TERORIS !! semua pemandangan di televisi itu justru membuat semua orang yang ada di ruangan ini tertawa lepas seperti telah meraih kemenangan besar, kecuali aku. Entahlah…bibirku ini begitu berat kurasa, jangankan untuk tertawa, tersenyum saja aku begitu sulit. Dan untuk kesekian kalinya…mereka menyorakiku sebagai bak seorang pahlawan yang baru memenangkan perang, aku hanya diam dan tersenyum simpul..tanpa makna.

***

Cuaca siang ini begitu menyengat, sejak peristiwa kemarin aku mendadak menjadi pendiam, padahal lautan pujian atas misi kemarin masih mengalir sampai sekarang. Aku berjalan kaki menyusuri kota, meski aku harus bertarung dengan banyaknya polusi udara. Aku berhenti di sebuah halte, sambil meminum air botol yang kubeli dari pedagang asongan. Tak jauh dari halte, terlihat anak-anak kecil yang sedang mengais rejeki, ada yang berdagang asongan, atau unjuk suara alias ngamen. Namun diantara mereka itu ada yang sangat menarik perhatianku, seorang anak sekitar umur 7 tahun bernyanyi dengan suara pas-pasan, suaranya yang agak cempreng di dukung oleh suara gemericik alat musik tutup botol, namun yang membuatku terhenyak adalah…kakinya hanya ada satu! Dengan salah satu tangan memangku tongkat penyangga, anak itu masih lincah menghampiri mobil dan motor pada saat lampu merah, jika lampu lalu lintas sudah berubah warna hijau, anak itu bergegas dengan setengah berlari menuju halte dan melanjutkan “konser tunggal”nya di depan calon penumpang bus. Tak lama anak itu lalu berjalan ke arahku, sembari duduk di bawah bangku tunggu, tangan kecilnya mengambil sebotol air mineral dan langsung meneguknya. Aku begitu tertarik pada sosok anak ini, sesaat dia menoleh ke arahku dan tersenyum polos.

“ capek ya dik habis ngamen?” tanyaku pelan. Anak itu sedikit kaget dengan sapaanku, tapi dibalasnya juga.

“ iya pak, suara saya udah mau habis, jadi istirahat dulu” jawabnya. Pandanganku beralih pada kakinya yang hanya ada sebelah, lama aku memperhatikan kakinya.

“ kaki saya memang tinggal satu pak, kena bom” katanya lirih. Seketika aku tersentak demi mendengar kata “bom” dari mulut anak kecil itu

“ bom?” tanyaku memastikan. Anak itu mengangguk pelan.

“kok bisa?” tanyaku dengan hati yang bergetar dan perasaan yang berguncang tidak karuan. Dan lalu mengalirlah cerita singkat dari anak kecil itu, sebuah peristiwa yang telah mengubah kehidupannya.

Semua berawal ketika Alif, nama anak itu, pergi ke sebuah mall di kota bersama orangtuanya. Alif begitu bahagia saat itu karena ini pertama kalinya ayahnya mengajaknya membeli sebuah tas sekolah baru di mall. Ayahnya sudah lama mengumpulkan uang untuk membelikan Alif tas sekolah yang bagus seperti teman-teman sekolahnya yang lain. Bertiga mereka berjalan menyusuri mall yang besar itu, wajah riang belum juga sirna dari wajah polos Alif, sampai akhirnya mereka mendapatkan sebuah tas yang sangat bagus tentu saja dengan harga yang lebih mahal daripada harga di pasar loak, langganan ayahnya. Setelah puas berkeliling mall, Alif dan orangtuanya memutuskan untuk pulang, namun tak lama mall itu seperti bergetar dan terdengar suara letusan yang sangat besar, tubuh Alif kecil terhempas dan ketika itu dia sudah tak tahu apa-apa lagi. Saat terbangun, Alif sudah berada di rumah sakit, disampingnya hanya ada si mbah…nenek satu-satunya. Dengan suara yang sangat pelan, Alif menanyakan keberadaan dan kondisi orangtuanya, si mbah hanya bisa menangis tersedu dan memberitahukan bahwa orangtuanya sudah meninggal dunia. Alif hanya bisa menangis meraung sambil memanggil ayah dan ibunya, saat dia hendak bangkit dari tempat tidurnya, dia merasa aneh, dia merasa ada yang hampa di bagian kakinya, segera di rabanya kakinya dan refleks Alif berteriak karena salah satu kakinya hilang!! Dokter dan perawat serta si mbah berusaha menenangkan Alif, sampai akhirnya Alif tak sadarkan diri.

“ sekarang saya tinggal berdua sama si mbah, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mbah sudah terlalu tua untuk mencari uang, jadi saya lah yang berjuang sekarang” ucap Alif setelah mengakhiri cerita tragisnya.

Aku kembali diam, tak tahu bagaimana menanggapi cerita Alif, sedihkah atau bahagiakah? Yang terbayang saat ini adalah peristiwa beberapa bulan lalu, saat aku mendapat tugas untuk meledakkan sebuah mall, dan mall itu adalah tempat Alif dan orangtuanya dulu berbelanja!

Tanpa pamit, aku langsung berlari meninggalkan Alif yang bingung dengan sikapku, kali ini langkahku dengan cepat menuju markas dan tanpa peduli seruan teman-teman, aku menuju kamar dan menguncinya dengan rapat. Kubiarkan diriku dikuasai amarah, hampir semua apa yang ada di kamar itu kulempar dengan cukup keras. Aku menuju kamar mandi dan membasuh wajahku, sesaat kulihat wajahku di cermin…dan yang kulihat wajah di depan cermin itu adalah wajah yang menyeramkan, wajah yang beringas dan tanpa aura kemanusiaan. Aku berteriak dan menamparkan tanganku kearah cermin. Seketika mengalir darah segar menghiasi tanganku, aku benar-benar tidak bisa mengendalikan diri saat ini, dan kemudian aku terduduk pasrah dan membasahi diriku dengan air….

“ tuhan…andai Kau bersikap adil padaku, aku tidak akan pernah melakukan ini, aku tidak akan pernah mengotori tanganku dengan darah orang lain” teriakku dengan keras..

Dan seolah kini di depanku terhampar sebuah layar besar dan layar itu memperlihatkan memori masa laluku….beberapa tahun silam…

Dulu hidupku bahagia, meski dalam kondisi kehidupan yang sangat sederhana. Aku mempunyai isteri yang sangat cantik dan seorang anak perempuan yang sangat manis. Walau gajiku sebagai kepala gudang sebuah perusahaan produk elektronik tak terlalu besar, tapi istri dan anakku tak pernah mengeluh. Hidup kami selalu dihiasi tawa dan canda, sampai awal kehancuran hidupku dimulai. Aku dipecat dari pekerjaanku, bukan karena adanya pengurangan tenaga kerja, tapi karna aku di fitnah! Aku dituduh menggelapkan beberapa barang perusahaan, padahal aku sama sekali tidak melakukannya, aku berusaha mengelak dari tuduhan dan membela diri, tapi tidak ada yang percaya. Aku akhirnya pasrah dan menerima saja nasibku, tapi tidak dengan istriku. Sejak di pecat, aku terus berusaha mencari pekerjaan mulai dari memasukkan lamaran ke perusahaan sampai bekerja serabutan, yang penting asap dapurku selalu mengepul. Lama-lama istriku bosan, dia yang dulu tidak suka keluar rumah tanpa aku atau seizinku, kini mulai berani sering meninggalkan rumah tanpa pamit bahkan sampai pulang malam. Mulanya aku berusaha mengerti bahwa istriku sedang stress, tapi sungguh aku tak pernah menyangka bahwa istriku sudah berani di antarkan pulang oleh laki-laki lain dengan mengendarai mobil mewah. Saat kutanya siapa lelaki itu, istriku tak mau menjawab dan ujung-ujungnya adalah pertengkaran hebat diantara kami. Puncaknya adalah saat istriku mengemas pakaiannya serta anak kami, dengan angkuhnya dia menyerahkan surat gugatan cerai padaku, dan setelah itu dia beserta anakku dijemput lelaki yang selama ini dekat dengannya. Tubuhku kaku saat itu, entah kemana kewarasanku sebagai suami dan seorang ayah! Aku membiarkan saja istri dan anakku dibawa orang lain.

Sejak itu hidupku tak terarah, aku yang dulu rajin sholat kini sudah berani mengacuhkan suara adzan yang selalu berkumandang lima kali sehari. Aku memutuskan untuk pergi, pergi tanpa tujuan, kupasarahkan saja kemana langkah kaki ini menuntunku. Aku merasa hidupku sudah hancur berkeping-keping, aku mulai menggugat Tuhan atas keadilanNya, aku muak dengan puji-pujian orang atas Tuhan, bagiku Tuhan itu pembohong besar! Sampai akhirnya aku bertemu orang-orang itu, saat pertama kali aku datang mereka menyambutku seolah aku adalah anggota keluarga yang sudah lama pergi dan kembali. Mereka memberiku kehidupan yang baru, mengajariku rasa kebersamaan, dan menuntunku untuk berani menjadi manusia tanpa aturan dari manapun, termasuk aturan Tuhan!

Ya…mereka menamakan kelompoknya sebagai “Manusia Suci yang merdeka”, mereka membuat aturan hidup sendiri, tanpa ada aturan ibadah, mereka adalah orang-orang atheis. Visi mereka adalah membebaskan manusia dari perbudakan ketuhanan, dan misi mereka adalah melenyapkan orang-orang yang sok suci yang selalu mengajak manusia untuk mencintai Tuhan. Salah satu strategi mereka adalah membuat bom, meledakkannya dan kemudian mengkambinghitamkan orang-orang yang sok suci itu. Awalnya aku tidak sepaham dengan mereka, tapi aku terus didoktrin dengan paham-paham mereka yang sebenarnya jauh dari logika, sampai akhirnya mereka berhasil mencuci otakku, dan misi pertamaku dulu adalah meledakkan sebuah gereja saat hari natal, dan benar saja, yang menjadi sasaran tuduhan adalah sekelompok pemuda lulusan sebuah pesantren. Pernah aku bertanya kenapa melenyapkan orang suci itu dengan membunuh orang lain, dan mereka hanya menjawab, sebuah perjuangan memerlukan pengorbanan. Sungguh, entah kemana hatiku sebagai manusia pergi, hidupku memang hancur, tapi apakah itu sehancur hidup korban-korban bom itu? Mereka kehilangan nyawa keluarga mereka, kehilangan masa depan, bahkan..oleh anak sekecil Alif! Tidak..cukup sudah! Aku sudah muak dengan semua ini!!

Aku baru tersadar setelah beberapa menit lalu terpaku dibawah pancuran air bersimbah darah, tanganku masih terluka, segera aku bergegas mencari selembar kain dan menutupi lukaku. Aku kembali pergi meninggalkan markas tanpa peduli panggilan teman-temanku, aku menuju halte dan kulihat Alif masih asyik bersenandung di depan kaca sebuah mobil mewah. Alif yang melihatku berhenti bernyanyi dan menghampiriku

“pak, bapak tadi kenapa, bapak baik-baik saja?” tanyanya polos. Aku melihatnya lama dan mengangguk pelan. Hanya ada satu pertanyaan yang ingin kutahu darinya

“ nak, apa kamu benci sama Tuhan karena Dia sudah mengambil orangtua kamu, dan menghilangkan satu kaki kamu? Tanyaku tanpa mengalihkan pandangan dari wajahnya. Alif terlihat takut, namun dijawabnya saja pertanyaanku

“ Tidak pak, ayah dulu pernah bilang bahwa Allah itu sayang sama semua makhluk. Allah tidak pernah menyakiti siapapun, apapun yang Dia lakukan itu pasti untuk kebaikan kita. Ayah juga selalu bilang, apapun yang terjadi, jangan pernah meninggalkan Allah, karna selama kita ta’at padaNya, saat Dia membuat kita menangis pun, itu karna Dia mencintai kita” jawab Alif dengan agak tenang. Entah kenapa kata-kata Alif seperti menyihirku, tanpa berkata apapun aku kembali berlari meninggalkan Alif yang masih bingung. Langkahku terhenti di sebuah mesjid, lama kupandangi mesjid itu, sudah berapa tahun tak pernah kuinjakkan kaki di tempat yang dulu sangat kubanggakan ini. aku kembali pasrah pada langkah kakiku, menuntunku ke tempat wudhu dan membasuh semua anggota tubuhku. Sesaat aku merasakan kesejukan yang sudah lama tak kurasakan, kubiarkan tubuhku terhempas dalam ruku’ dan sujud, kubebaskan air mataku mengalir membasahi sajadah.

“Tuhan, aku kembali padaMu, masihkah ada tempat untukku Tuhan?” tanyaku, hening…hanya ada aku dan Tuhan disana yang mungkin sedang melihat “kekalahan”ku. Lama aku berada disana sampai adzan Ashar berkumandang dan aku melakukan hal yang luar biasa, aku sholat berjamaah! Keluar dari mesjid, hanya damai dan tenang yang kurasakan. Aku sudah memutuskan sesuatu untuk memperbaiki semuanya. Menjelang malam aku baru pulang, teman-teman terlihat cemas pada keadaanku, mungkin karna sikapku yang aneh tadi. Aku hanya menyinggungkan seulas senyum dan langsung masuk kamar, disana sepanjang malam aku berkutat pada benda kecil yang terdengar jelas detaknya, di tiap sisinya dihiasi kabel-kabel kecil. Semua pekerjaanku selesai dini hari, sebelum melakukan hal terbesar dalam hidupku, aku kembali membasuh seluruh anggota tubuh dan terlena dalam sujud dan do’a.

“Ya Allah, aku tidak tahu apakah Engkau sudah menerimaku lagi sebagai hambaMu, tapi semoga apa yang akan kulakukan hari ini bisa menebus semua kesalahan dan kekeliruanku padaMu selama ini” doaku dengan air mata yang kembali berlinang. Aku memakai pakaian serba putih, kupasangkan benda kecil hasil rakitanku tadi malam di badanku dan kutupi dengan pakaian kemeja putih tebal. Dengan tenang aku melangkahkan kaki untuk sarapan bersama dengan teman-teman dan ketua kelompok “Manusia Suci yang merdeka”. Mereka menyambutku seperti biasa, dan aku pun membalasnya sapaan mereka. Beberapa terlihat heran dengan penampilanku saat ini, tapi tak ada yang berani bertanya atau curiga. Aku sudah semakin dekat dengan mereka, dan tak lama……duaaaarrrr!!

Comments
0 Comments